Sejarah Pabrik Gula Gempolkrep

Sejarah Pabrik Gula Gempolkrep - Dibangun pada masa Tanam Paksa yang lalu menjadi pabrik gula terbesar di Mojokerto. Tidak sempat mengalami pembumihangusan biar tidak dipergunakan Jepang. Kini masih bertahan dari gempuran jaman.
 Dibangun pada masa Tanam Paksa yang lalu menjadi pabrik gula terbesar di Mojokerto Sejarah Pabrik Gula Gempolkrep

Sejarah Pabrik Gula Gempolkrep


Dari data yang ada pabrik gula di Gempolkrep Gedek Mojokerto dibentuk pada tahun 1845. Gerrit Eschauzier mendirika pabrik yang ada di wilayah utara Kali Brantas itu sesudah sebelumnya berhasil menciptakan pabrik pengolah tebu di kota Mojokerto yang dikenal sebagai suikerfabriek Sentanen-lor.

Pasca tahun 1870 sistem tanam paksa dihapuskan dan diganti dengan sistem pasar bebas yang memberi peluang pada pengusaha swasta menamakan modalnya. Gerrit Eschauzier segera mengajukan diri untuk mengelola pabrik gula Gempolkrep dengan nama perusahaan Cultuur Maatschapij Gempolkrep. Ijin kontrak kerja berhasil didapatnya dengan jangka waktu 25 tahun.

Secara geografis, Gempolkrep lebih sulit dikelola lantaran susah pengairannya dibandingkan dengan wilayah Mojokerto selatan. Karena itu segera beliau minta adanya penataan sistem irigasi dengan menciptakan beberapa jalan masuk dengan menyudet tanggul Brantas. Kanal itu antara lain yaitu Kanal Kedungsoro dan Kanal Kangkungan. Belum cukup dengan sudetan, dimintakan juga ijin memompa air kali Brantas dengan menciptakan Pomp Station di Tapen dan Japanan. Pompa itu diharapkan untuk menaikkan air dari dalam sungai biar sanggup mengalir pada tanah sekitar yang lebih tinggi. Ijin itu diperoleh tahun 1907.

Baca: Sejarah Tutupnya Pabrik Gula di Mojokerto

Terpenuhinya sistem pengairan menciptakan pabrik gula Gempolkrep berproduksi maksimal. Tahun 1904 berhasil mengolah tebu dengan hasil 45.000 pikul gula. Dengan rata-rata hasil gula 130 pikul perbahu. Konsesi lahan yang dikelola seluas 1.200 bahu. Pada pergantian kala 19-20, hasil produksi Gempolkrep paling tinggi diantara pabrik gula lainnya, tahun 1899 menghasilkan 130.377 pikul, turun ke 115.571 pikul di tahun berikutnya. Tahun 1901 naik lagi menjadi 127.765 pikul dan 127.848 di tahun 1902.

Hasil produksinya diangkut dengan kereta api yang jalurnya membentang dari Ploso sampai Krian dengan melayani 3 pabrik gula, Gempolkrep, Perning dan Balongbendo.

Untuk pengangkutan materi baku ke pabrik yang biasanya memakai angkutan cikar dinilai tidak efektif. Tahun 1915 dibangun jalur lori ke ploso dengan menciptakan jembatan melintasi jalan masuk Kedungsoro di selatan desa Beratkulon.

Baca: Sejarah Koning Willem II di Mojosari

Historis Pabrik Gula Gempolkrep


Tahun 1921, Perusahaan Eschauzier Concern yang menaungi beberapa pabrik milik keluarga Eschauzier berubah nama menjadi Nederland Indisch Suiker Uni. Pierre Eschauzier dan Gerald Willem Eschauzier, anak Gerrit Eschauzier, ditinjuk menjadi administrator utama dengan kantor di Den Haag. Pendirian kantor sentra di Eropa itu dimaksudkan untuk memperlancar pemasaran dan pengembangan teknologi.

Beberapa nama pengelola sempat ditunjuk menjadi kepala pabrik atau administratur Gempolkrep. Mereka antara lain JM. Acket, H. Costerus, Van Den Graff, Ir. Elfrink, WF. Gaymans, A dan tentunya GW. Eschauzier serta Pierre Eschauzier. Dari nama-nama itu yang paling populer yaitu Elfrink yang merupakan mahir di bidang teknologi gula.

Pada awal perang dunia ke dua, semua pegawai pabrik gula diintruksikan diminta masuk jadi tenaga sukarela untuk menghadapi kemungkinqn peperangan yang bakal terjadi. Pada bulan Mei 1940 para personil yang berusia 16 sampai 60 tahun, termasuk para perempuan, mulai dimobilisasi dan dilatih membongkar instalasi pabrik biar tidak jatuh pada musuh. Pabrik memang harus dibentuk macet produksi alasannya gula merupakan salah satu materi makanan penting.

Upaya itu tidak sanggup terlaksana lantaran Hindia Belanda cepat mengalah kalah sebelum rencana pembongkaran dilaksanakan. Pabrik Gula Gempolkrep tetap berdiri utuh dengan menyisasikan ratusan ton gula jadi di gudangnya. Jepang lalu mengambil alih pabrik dan menyuruh tawanan eropa untuk menjalankannya. Maka Gempolkrep menjadi penghasil gula yang dipakai untuk kebutuhan pangan prajurit Jepang.

Setelah Jepang kalah, Pabrik Gula Gempolkrep dijadikan markas tentara. Lasykar Hizbullah Mojokerto dan kesatuan pejuang lainnya menempati bangunan pabrik untuk asrama anggotanya. Tanggal 24 Maret 1947 Belanda merebut pabrik itu dan mengangkut berton-ton gula yang tidak sempat diungsikan oleh para pejuang republik.

Kesimpulan


Pabrik gula Gempolkrep bernasib lebih baik dibandingkan pabrik gula lainnya di Mojokerto. Bangunan dan mesinnya tetap utuh lantaran tidak sempat dibumihanguskan. Saat penyerahan kemerdaan, hanya ada tiga pabrik gula yang kondisinya baik. Selain Gempolkrep, ada pabrik gula Bangsal dan Brangkal. Kedua pabrik masih membutuhkan perbaikan biar sanggup beroperasi lagi. Ternyata Bangsal dan Brangkal tidak sanggup direvitalisasi. Maka sekarang tinggallah Gempolkrep yang tersisa dari 12 pabrik yang pernah ada.

Masih ada kesimpangsiuran wacana berdirlnya pabrik itu. Beberapa data yang disuguhkan Google menunjuk pada skripsi dan tesis akademik menyebut kalau pendirinya yaitu Cooy Coster and Co. Nama yang sulit diferivikasi dengan data lama, baik dibuku terbitan Belanda maupun koran se-jaman.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel