Riwayat Panglima Sih Pie Di Mojokerto

Dalam catatan sejarah peperangan prajurit Mongol tidak pernah kalah selain di Jawa. Setelah kembali ia harus mendapatkan sanksi dari Khubilai Khan. Pukulan dan rasa terhina mendera sebab dipermalukan dua kali oleh penguasa tanah Jawa.
 Dalam catatan sejarah peperangan prajurit Mongol tidak pernah kalah selain di Jawa Riwayat Panglima Sih Pie di Mojokerto

Pada masa kejayaan kerajaan Yuan yang dibangun oleh Khubilai Khan, cucu Jenghiz Khan Sang Penakluk, di tanah Jawa berkuasa Raja Kertanegara bertahta di Singasari. Darah prajurit Nongol yang mengalir di tubuhnya menciptakan ia tidak ingin ada penguasa lain yang menyainginya. Dia ingin Singasari tunduk mengakui kekuasaannya. Jika tidak mau maka Singasari akan digebuk dengan kekuatan militer.


Perjalanan Panglima Sih Pie


Meng Khi, Utusan Mongol tiba ke Singosari untuk meminta Kertanegara menyerah. Permintaan itu tidak dihiraukan dan bahkan Mengkhi dilukai wajahnya sebagai peringatan bahwa Singosari siap mencoreng wajah Khubilai Khan jikalau berani tiba ke Singasari. Tentu bagi Khubilai Khan tindakan itu tidak sanggup diampuni. Jawa harus tunduk dengan cara yang menyakitkan dan Kertanegara harus dieksekusi berat.

Baca Juga

Tahun 1292 berangkatlah 1000 kapal dari pelabuhan Fukien menuju Jawa. Kapal kapal itu membawa 20 ribu prajurit Mongol yang dipimpin panglima Sih Pie yang dibantu oleh Ike Mese dan Khau Hsing. Para panglima itu niscaya bukan perwira sembarangan. Tugas Penaklukan dan menghukum lawan akan diberikan pada orang pilihan. Biaya yang dikeluarkan dari kas kerajaan sebanyak 40 ribu batang perak.

Setelah beberapa bulan berlayar dan singgah di Belitung guna mempersiapkan perbekalan dan menciptakan perahu-perahu kecil, Ike Mese mendarat di Tuban. Sebanyak 500 prajurit sebagai pembuka jalan untuk pendaratan pasukan yang lebih besar. Pada ketika itu mereka mendengar bahwa Kertanegara sudah mati dan digantikan Jayakatwang dari Kediri. Karena perintahnya menghukum Raja Jawa maka tidak peduli siapapun rajanya harus ditaklukkan.


Singkat cerita, dengan dipandu oleh Sanggrama Wijaya, pasukan Mongol atau yang disebut dalam kitab Pararaton sebagai tentara Tartar itu berhasil mengalahkan Kediri. 10.000 prajurit Kediri yang berusaha menahan gempuran musuh separuhnya meninggal dunia. Jayakatwang ditawan di kamp tentara Tartar yang ada di Hujung Galuh, kini Surabaya. Tercatat pada ketika itu untuk pertama kalinya senjata meriam dipakai di Jawa oleh pasukan Tartar.

Peristiwa penyerangan Sanggrama Wijaya di Mojokerto


Sebulan sehabis kemenangan itu, Sanggrama Wijaya melawan dan membunuh 200 prajurit Tartar yang ditempatkan di Majapahit. Dengan pasukan lebih besar ia menyergap musuh di Hujung Galuh. Serbuan mendadak itu menciptakan pasukan Tartar kocar kacir. Sih Pie dan Ike Mese harus melarikan diri sejauh 300 li, atau sekitar 130 km sebelum sanggup bergabung dengan pasukan lainnya. Pada final bulan Maret 1293 pasukan itu balik ke Cina dan mendarat di Guangzhou. Mereka membawa barang rampasan yang akan dipersembahkan pada kaisar. Ikut dibawa serta beberapa tawanan darah biru Kediri.

Kekalahan itu menciptakan Khubilai Khan geram. Dia tahu bahwa 3.000 orang prajuritnya mati dalam kekalahan. Untuk melampiaskan kemarahannya, ia perintahkan menghukum Sih Pie. Sang panglima yang dianggap paling bertanggung jawab itu dicopot jabatannya, ia juga didera sanksi 17 kali cambukan. Hukuman embel-embel seluruh harta bendanya dirampas Kaisar.

Setelah tiga tahun Sih Pie diampuni dan diangkat kembali sebagai pejabat tinggi sampai meninggalnya. Namun kekalahan di Jawa itu telah meruntuhkan keperkasaan Khubilai Khan. Pada peperangan di Indocina pasukan Mongol kembali menelan kekalahan. Kekalahan di Jawa jadi catatan penting menyerupai yang ditulis dalam kronik cina.

Tidak beda dengan Meng Ki yang balik menghadap Kaisar dengan rasa hina akhir gesekan luka pada wajahnya, Sih Pie kembali ke tanah airnya dengan rasa aib tak terhingga pula. Misi militer ke tanah Jawa gagal total. Dan sehabis itu titik balik terjadi ketika tentara Tartar sering mengalami kekalahan.

Peristiwa penyerangan Sanggrama Wijaya itu lalu dijadikan sebagai tonggak hari jadi Kabupaten Mojokerto. Heroisme perlawanan orang Jawa itu memang layak dikedepankan walaupun kita tahu bahwa tata pemerintahan dan bangunan kemasyarakatan sudah ada di Mojokerto jauh sebelumnya.

Setidaknya tercatat dalam prasati Alasanta yang dibentuk pada masa Mpu Sindok menyebutkan bahwa di kawasan Bejijong ditetapkan sebagai desa sima/perdikan. Jika kawasan lain banyak yang memutuskan hari balasannya berdasar prasasti tertua yang diketemukan di wikayahnya, Mojokerto menentukan kejadian heroiknya.

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel