Kekejaman Penjajahan Jepang Di Indonesia Jembatan Ranjen Mojokerto

Kekejaman dan Fakta Penjajahan Jepang di Indonesia - Jembatan Ranjen terletak di Desa Gedeg Kecamatan Gedeg Kabupaten Mojokerto. Melintang di atas kanal/sungai buatan yang buat pada kisaran tamat tahun 1840.
Kekejaman dan Fakta Penjajahan Jepang di Indonesia  Kekejaman Penjajahan Jepang di Indonesia Jembatan Ranjen Mojokerto

Saluran air yang mengalirkan air dari Kali Brantas ke Kali Marmoyo itu dibentuk seiring dengan pembangunan Bendungan Rolak Songo. Jembatan yang sangat strategis lantaran menghubungkan wilayah Ploso Jombang dan juga kawasan Lamongan.

Kekejaman Penjajahan Jepang di Indonesia


Selain posisi strategis, jembatan itu juga erat dengan kantor Kawedanan Mojokasri yang berpusat di Gedeg. Kantor itu ketika ini digunakan untuk RSUD RA. Basoeni sehabis bangunan usang dirobohkan. Pada jembatan itu titik persilangan kemudian lintas orang dan juga barang lantaran di baratnya berdiri Pabrik Gula Gempolkrep, pabrik terbesar di Mojokerto. Jembatan Ranjen menjadi saksi dinamika sosial di wilayah utara Kali.

Pada 10 Mei 1942, perjaka berjulukan Mansyur Solikhi dengan tekad lingkaran tiba ke kantor Pabrik Gula Gempolkrep. Mansyur yaitu ketua Gerakan Pemuda Ansor Kawedanan Mojokasri yang rumahnya ada di desa Gedeg, tidak jauh dari lokasi pabrik gula itu. Dia bermaksud merampas senjata api yang biasa digunakan oleh keamanan untuk menjaga pabrik gula tersebut. Senjata senapan biasa digunakan para opas pabrik sementara para pimpinan pabrik setingkat sinder membawa pistol. Mungkin saja ada puluhan senjata api ada dalam pabrik gula.

Fakta penjajahan jepang di indonesia


Ide perampasan senjata itu sebelumnya telah dibahas oleh para tokoh Ansor Mojokerto. Ahyat Chalimy sebagai ketua GP Ansor Mojokerto melihat bahwa kemenangan Jepang atas Belanda dan Sekutu bersifat sementara dan pada kesannya Jepang akan kalah juga. Baik Jepang maupun Belanda gotong royong sama saja, yaitu menjajah Indonesia. Untuk melawan tentu butuh peralatan dan senjata. Karena itu mumpung situasi masih belum stabil maka Ansor harus memanfaatkan adanya kekacauan dan penjarahan yang meletus pada hari jum'at, 8 Mei 1942. Jika rakyat kebanyakan menjarah kebutuhan pokok milik orang Cina dan Belanda maka Ansor akan menjarah senjata dari pabrik gula yang banyak terdapat di Mojokerto.

Pada rapat itu juga diputuskan bahwa penjarahan pertama akan dilakukan pada pabrik gula Gempolkrep. Jika planning itu berjasil kemudian akan dilanjutkan pada pabrik gula lainnya. Perampasan akan di lakukan pribadi oleh Mansyur Sholikhi bersama beberapa orang anggota Ansor Gedeg. Untuk menjaga keamanan penjarahan senjata itu, maka Ahyat Chalimy ditempatkan sebagai mata-mata. Tugas Ahyat yaitu mengawasi pergerakan tentara Jepang bila nanti mereka mengirimlan pasukan untuk mengamankan kekacauan pabrik gula akhir penjarahan. Kalau ada tentara Jepang menuju Gempolkrep maka Ahyat harus cepat memberi tahu Mansyur Solikhi biar segera menyelamatkan diri. Demikian rencananya.

Dampak pendudukan jepang di Indonesia


Gerakan penjarahan senjata itu ternyata tidak menyerupai yang diharapkan. Tidak banyak senjata api sanggup didapati oleh para perjaka Ansor itu. Dari para administratur atau pimpinan pabrik gula hanya diperoleh sepucuk pistol. Pistol itu kemudian dibawa oleh Mansyur Solikhi. Karena tidak mendapat banyak rampasan maka para perjaka segera membubarkan diri, termasuk Mansyur Solikhi.

Kekejaman dan Fakta Penjajahan Jepang di Indonesia  Kekejaman Penjajahan Jepang di Indonesia Jembatan Ranjen Mojokerto

Rupanya sehabis para perjaka penjarah itu bubar, pegawai pabrik gula segera menghubungi pihak keamanan Jepang melalui saluran telpon. Jaringan komunikasi tersebut luput dari pemutusan ketika Belanda menghancurkan beberapa infrastruktur sebelum Jepang masuk. Tidak usang setelahnya sebuah truk militer melaju menuju Gempolkrep guna meringkus para penjarah.

Keberangkatan truk Jepang dari markasnya di utara alun-alun itu tidak luput dari pengamatan Ahyat Chalimy. Dia ada di sisi utara jembatan Lespadangan yang menghubungkan Kota Mojokerto dengan kawasan Kawedanan Mojokasri. Sesuai dengan tugasnya maka beliau bergegas menuju Gedeg untuk memperingatkan para perjaka Ansor di sana. Agar cepat maka Ahyat menumpang truk bermuatan ubi jalar yang kebetulan melaju ke arah yang sama.

Sayang, planning itu tidak berjalan mulus. Truk tumpangan bermuatan ubi itu mengalami kecelakaan dan terguling di kawasan Kematren. Ahyat Chalimy selamat namun beliau tidak sanggup menyelamatkan sahabatnya, Mansyur Solikhi. Tentara Jepang berhasil menangkap Mansyur Solikhi ketika melintas di Jembatan Ranjen yang menghubungkan desa Gempolkrep dengan Desa Gedeg. Pistol hasil rampasan dijadikan barang bukti dan Mansyur dijebloskan dalam penjara.

Peristiwa penangkangkapan dan bencana truk terguling menjadi awal prasangka pada diri Mansyur Solikhi. Dia menganggap bahwa Ahyat Chalimy sengaja menjebaknya dengan cara sengaja tidak memberi tahu akan kedatangan tentara Jepang yang kemudian menangkapnya. Selanjutnya beliau bersama penjarah lainnya dijatuhi sanksi mati dengan cara ditembak.Vonis diputuskan dalam sebuah peradilan cepat terhadap pelaku penjarahan di hari Jum'at tersebut. Proses sanksi hukuman mati dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 1942 di alun-alun Mojokerto.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel