Riwayat Sejarah Pembangunan Rolak Mojokerto

Sejarah Pembangunan Rolak Mojokerto atau Pintu air Mlirip yaitu sebuah kunci kemakmuran kawasan Surabaya pada masa lalu. Bukan hanya memberi pasokan air yang cukup bagi kota pelabuhan itu, Mlirip juga menjaga biar tidak tergenang air dikala animo hujan. Perancang bangunan itu yaitu seorang Asisten Residen yang sanggup jadi mungkin juga merancang tata kelola air di Kota Mojokerto.
 Sejarah Pembangunan Rolak Mojokerto atau Pintu air Mlirip yaitu sebuah kunci kemakmuran  Riwayat Sejarah Pembangunan Rolak Mojokerto

Riwayat Sejarah Pembangunan Rolak Mojokerto


Hari Sabtu tanggal 7 Oktober 1843, Residen Surabaya, DFW. Pielermaat tiba ke Melirip Mojokerto. Kehadiran penguasa kolonial itu diikuti oleh pejabat Belanda lainnya serta tidak ketinggalan para penguasa pribumi di sekitar Kabupaten Mojokerto. Tentu hadir juga Bupati Mojokerto RTA Tjondronegoro. Kehadiran orang-orang penting itu guna menyaksikan peletakan kerikil pertama pembangunan pintu air (stuwdam) Mlirip.


Asal Usul Rolak Songo Mojokerto


Pintu air Mlirip gotong royong telah ada semenjak jaman kerajaan Mataram. Pintu air sederhana dengan memakai material kayu yang rentan pelapukan. Beberapa bulan sebelumnya pintu air itu dan tanggulnya sempat rusak ketika terjadi gempa di Mojokerto. Kerusakan itu menciptakan lahan sawah di Surabaya bermasalah alasannya yaitu kekurangan air. Karena itu dam tersebut perlu direnovasi secara permanen.

Untuk menciptakan rancang bangkit dam Mlirip ditunjuklah kepala insinyur pengairan (Hoofd Ingenueur waterstaat) Surabaya, Ir. HA. Tromp. Setelah gambar tenisnya selesai, insinyur lulusan Technische Hoogeschool Delft Belanda itu kemudian ditunjuk sebagai pelaksananya. Untuk itu beliau kemudian dipindah tugaskan ke Mojokerto dengan jabatan Asisten Residen, pangkat sekelas bupati. Kaprikornus terang jikalau mutasinya itu dengan kiprah utama menyelesaika pembangunan pintu air Mlirip.

Pembangunan Rolak Mojokerto


Pada pukul 8 pagi upacara peletakan kerikil pertama dimulai. Para pejabat duduk pada panggung yang telah disediakan dengan banyak permintaan dari penduduk pribumi. Bahan bangunan kerikil sudah siap di lokasi tersebut. Setelah sereminial selesai, Tromp kemudian memperlihatkan sekop bergagang kayu mahoni pada Residen Pielermaat. Ayunan sekop itu sebagai tanda pelantikan mulainya kegiatan pembangunannya. Kemudian program ditutup dengan doa oleh seorang bau tanah dengan diiluti bunyi "Amin-amin" berulang-ulang dari hadirin penduduk pribumi.

Pada malam harinya program dilanjutkan dengan pesta dan pertunjukan kesenian tonil di kediaman Asisten Residen H.A. Tromp.

Proses pengerjaan pintu air dilakukan dengan menggali tanah di sisi selatan Kali Surabaya atau kali Mas. Untuk itu setiap hari dikerahkan sekurangnya 400 orang tenaga pribumi. Tenaga kerja rodi itu disediakan oleh bupati Mojokerto dengan menggilir penduduk desa Mojokerto. Setelah simpulan pembuatan pintu air, pengerjaan dilanjukan dengan menggali tanah untuk saluran air baru.


Pintu Air Mlirip sebagai pemasok Air Surabaya


Proyek pintu air Mlirip yang mempunyai dua pintu pengendali simpulan pada tahun 1848 atau sesudah 5 tahun dimulainya. Aliran air yang usang kemudian ditutup dan ditimbun yang bekasnya kini ada di kawasan Clangap desa Mlirip Kecamatan Jetis Mojokerto. Pintu air Mlirip itu kemudian memberi jaminan pasokan air untuk sawah dan khususnya lahan perkebunan tebu di Surabaya. Selain itu juga menciptakan kali Surabaya sanggup dipakai sebagai sarana transportasi perahu. Perahu yang kemudian lalang disana mempunyai kapasitas muat 5 sampai 8 koyang, dimana 1 koyang setara dengan 30 picul. Keberadaan dam Mlirip juga sanggup mengatasi kurangnya air ketika animo kemarau dimana kedalaman air biasanya hanya 1 meter yang menyulitkan jalannya perahu. Dengan begitu kemakmuran di Surabaya sanggup ditingkatkan.

Usai pintu air Mlirip simpulan maka simpulan pula kiprah HA Tromp. Selain merancang dam itu, beliau juga merencanakan beberapa saluran air lainnya menyerupai saluran di Kabuh Jombang. Masa kiprah Tromp di Mojokerto dikala itu bersamaan dengan pembangunan kota Mojokerto yang dimulai tahun 1838. Bisa jadi Tromp juga ikut merancang pengeringan atau inundasi rawa-rawa yang dipakai untuk mendirikan kota gres sebagai pengganti Japan/Sooko Lor yang sebelumnya menjadi sentra pemerintahan Kabupaten Mojokerto.

Penutup

Kisah dam Mlirip sanggup ditelusuri ketika Sultan Agung menyerang Surabaya. Kota itu gres sanggup ditaklukkan dengan cara membendung air kali dan mengisinya dengan bangkai dan banyak sekali macam kotoran. Setelah bendungan dibuka dan Surabaya kebanjiran. Kotoran dan bangkai menyebabkan wabah penyakit yang memaksa Bupati Surabaya, Pangeran Pekik menyerah.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel