Beladiri Tradisional Indonesia Bukan Hanya Pencak Silat
Kita patut bangga, Indonesia mempunyai banyak beladiri tradisional. Hal itu masuk akal bila mengingat Indonesia mempunyai 1.340 suku (sensus BPS tahun 2010).
Banyak suku yang mempunyai latar belakang tertentu sehingga penguasaan beladiri menjadi penting untuk mereka ku↔asai. Misalnya perang antar suku, tradisi merantau, pelaut yang kadang harus menghadapi bajak laut, dan pedagang keliling.
Diantara beladiri-beladiri tersebut yang paling populer memang pencak silat. Sebenarnya masih banyak beladiri tradisional Indonesia lain, yang tidak kalah tangguh dengan pencak silat. Di bawah ini yakni beberapa di antaranya.
Berbagai Jenis Ground Fighting
Beladiri tradisional indonesia, bukan hanya pencak silat |
Indonesia mempunyai banyak “gulat” tradisional. Tekniknya tidak hanya bergumul dan kuncian. Juga ada patahan sendi (termasuk sendi-sendi kecil menyerupai sendi jari), cengkeraman, cekikan, belitan, dan bacokan jari.
Bajul Wira dari Jawa Tengah
Aslinya beladiri ini tidak mempunyai nama. Eko Rani P.S, salah satu praktisinya, memberinya nama Bajul Wira. Pak Eko sendiri mencar ilmu dari Mbah Darmin almarhum.
Bentuk dasarnya menyerupai gulat, tanpa kuda-kuda dan contoh langkah. Mempunyai teknik patahan dengan pinjaman berat badan. Salah satu keunikannya puntiran sendi tidak mengarah ke tubuh lawan, melainkan ditarik menjauh. Dengan meregangnya sendi kemungkinan dislokasi menjadi besar.
Akeket Macanan dari Madura
Akeket Macanan diciptakan oleh R.M. Ahmad Yusuf Bijjanan Djoyotruno. Awalnya beladiri ini tertutup hanya untuk kalangan keluarga. Namun salah satu jago warisnya, (Allah yarham) Mas Mochamad Amien, pernah memperkenalkannya untuk umum.
Akeket Macanan mempunyai bentuk jurus dan bentuk latihan berpasangan. Teknik-tekniknya anggun dan latihannya cukup menguras tenaga.
Benjang dari Jawa Barat
Permainan rakyat ini sudah dikenal semenjak tahun 1820. Benjang berasal dari desa Ciwaru, Ujungberung, ada juga yang menyebutkan asalnya dari desa Cibolerang Cinunuk. Kedua desa itu yakni tempat berkumpulnya tokoh-tokoh Benjang hingga di jaman modern.
Teknik-teknik Benjang mempunyai kesamaan dengan gulat, namun terdapat juga perbedaan.
Pemain Benjang tidak diperbolehkan mengambil kaki, menggigit, mencekik, mencolok mata. Pendeknya, dihentikan melaksanakan hal-hal yang membahayakan pemain Benjang.
Ada beberapa praktisi Benjang yang terjun ke olahraga gulat dan menjadi juara. Salah satunya yakni Adang Hakim (1967-1988) dari desa Cinunuk. Adang Hakim pernah dikeroyok oleh beberapa orang dan berhasil menyelamatkan diri memakai Benjang.
Masih banyak lagi permainan/beladiri tradisional sejenis gulat yang kita miliki. Ada Atol dari Rembang, Gedou-gedou dari Aceh, Marsurangut dari Tapanuli, Patol dari Jawa Timur, Bahempas dari Banjarmasin, dan Sirroto dari Bugis.
Cakalele
Ya, Cakalele yakni tari perang tradisional dari Maluku. Tarian ini banyak tersebar di tempat Maluku Utara. Di dalamnya terdapat sistem beladiri tangan kosong maupun senjata.
Tari Cakalele memang selalu dibawakan oleh sekelompok orang. Namun teknik beladirinya selain untuk deretan pasukan, juga untuk beladiri individu.
Di Maluku sendiri Cakalele sebagai beladiri masih dilestarikan. Misalnya di tempat Leihitu, namun informasinya sangat tertutup. Yang dikeluarkan untuk konsumsi publik yakni bentuk tariannya.
Pada dasarnya setiap keluarga Maluku mempunyai pegangan Cakalele dengan ciri khasnya masing-masing.
Gantao
Seperti Cakalele, Gantao dari Bima juga sering ditampilkan sebagai hiburan dalam program tertentu contohnya sunatan dan pernikahan. Gantao pun aslinya yakni sebuah beladiri.
Dahulu beladiri Kuntao masuk dari Sulawesi Selatan ke Bima. Hal itu dimungkinkan oleh eratnya hubungan Kesultanan Bima dengan Gowa dan Makassar.
Di Bima, Kuntao berubah nama menjadi Gantao. Seni ini masih dilestarikan oleh masyarakat Bima hingga sekarang.
Ameng Timbangan
Beladiri ciptaan Raden Anggakusumah ini pertama kali muncul di Bandung tahun 1927. Tidak menyerupai kebanyakan cikal bakal aliran/perguruan lain, Raden Anggakusumah tak pernah mencar ilmu pencak silat apapun. Ameng Timbangan murni terbentuk dari inovasi dan pemikiran beliau. Menurut pencipta dan jago warisnya, Ameng Timbangan bukanlah pencak silat. Beladiri ini mempunyai prinsip menyelamatkan diri sendiri dan lawan. Sama sekali tidak ada pukulan maupun tendangan, benar-benar defensif.
Ameng Timbangan mengajarkan pekerti luhur, yang diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari, bahkan ketika terpaksa menghadapi lawan. Pertama, lawan akan diajak bicara dari hati ke hati. Bila lawan tetap memakai kekerasan, barulah praktisi Timbangan melawannya. Tapi bukan untuk menyakiti lawan.
Narasumber: Eko Rani P.S., Michael Sahertian, dan Rudi.