Sejarah Koning Willem Ii Kurun Suikerfabriek Mojosari
Koning Willem II ialah nama Raja Belanda. Nama itu sempat terkanal di kawasan Mojosari Mojokerto alasannya ialah digunakan sebagai nama sebuah Pabrik Gula atau Suikerfabriek (SF). Pabrik Gula Mojosari yang dinamakan Suikerfabriek Koning Willem II diresmikan pada tahun 1850-an atau mungkin di dekade selesai 1840-an.
Dibangun oleh Heel & Derosne Cail & Co. Perusahaan yang berkantor di Amstetdam Belanda itu mempercayakan pengelolaan usahanya itu pada Francis Dowson Stevers yang ditunjuk sebagai administratur pabrik.
Raja Koning Willem II Membangun Pabrik Gula Mojosari
Meskipun gres berdiri, SF Koning Willem II dipercaya mengelola lahan kebun tebu yang cukup luas. Tanah sawah yang ditanami tebunya seluas 800 bahu, lebih luas dibandingkan dengan SF Sentanen Lor yang sudah berdiri lebih dulu hanya diberi konsesi 700 bahu. Dari produksi yang dilakukan bisa menghasilkan 32139 pikul pada produksi pertamanya tahun 1854. Gula yang dihasilkan ialah gula kualitas utama yang sangat laris di pasaran Eropa.
Dalam laporannya pada pemilik pabrik, FD. Stevers menyebutkan jikalau kapasitas produksi masih bisa ditingkatkan. Pernyataan itu dibuktikan pada tahun 1856 yang naik menjadi 33867 pikul. Namun bahwasanya hasil produksi sempat turun di tahun 1855 yang menghasilkan 28957 pikul. Pada kisaran di atas 33 ribu pikul itulah kemampuan produksi pertahunnya. Tentu saja hasil produksi juga ditentukan oleh kualitas tebu sebagai materi bakunya.
Dalam buku "Memorie Suiker Contractanten op Java" , sampai tahun 1860 di Mojokerto hanya ada 4 pabrik gula saja. Selain Koning Willem II, tiga pabrik gula lainnya ialah Sentanen Lor di kota Mojokerto, Ketanen (Kutorejo) dan Gempolkrep (Mojokasri/Gedeg).
Perubahan administrasi pabrik terjadi pada tahun 1865 ketika dilakukan pemecahan sahamnya. Sebagian saham kemudian dibeli oleh Tuan Fuchter dari Surabaya dengan nilai pembelian f. 98.100 gulden. Tuan Fuchter kemudian menempatkan JD. Scherius sebagai administratur. Maka sehabis merubahan kepemilikan, SF Koning Willem II dipimpin oleh FD Stevers dan JD. Scherius diposisi administratur.
Pengelolaan Suikerfabriek Mojosari
Hasil produksi pabrik diangkut ke Surabaya lewat jalan darat dengan menyebrangi kali Porong ke arah Prambon. Jalur angkut itu berubah sehabis dibangunnya tramlijn atau stasiun kereta di stasiun Mojosari yang ada di sebelah timurnya yang dioperasikan oleh perusahaan Modjokerto Stoomtram Matschapij (MSM) . Dengan begitu ongkos biaya angkut bisa ditekan
Keberadaan pabrik gula itu ikut menaikkan kemakmuran kawasan sekitarnya. Banyak orang China tiba untuk ikut menikmati camilan elok kemakmuran di Mojosari. Sektor perdagangan berkembang dengan adanya pasar yang ramai disana. Pembangunan fisik juga dilakukan sampai hampir menyamai kota Mojokerto.
Setelah sekitar satu masa beroperasi dengan mendatangkan laba besar, SF Koning Willem II mengalami dilema finansial. Hal itu tidak lepas dari munculnya depresi ekonomi di Eropa yang efeknya terasa sampai di tanah jajahan Belanda. Keputusan yang diambil ialah dengan menutup operasi sementara semenjak tahun 1931. Tanaman tebu pada lahan konsesi yang dimiliki dibiarkan tidak ditanami. Berita penutupan sementara tersebut menyerupai yang ditulis pada Koran Surabajasch Handelblad tanggal 6 Juli 1933.
Penutup
Setelah resesi ekonomi itu berlalu, pabrik gula itu kembali berproduksi. Pada ketika Jepang datang, produksi pabrik kembali ditutup dan tidak difungsikan kembali sehabis Kemerdekaan Indonesia. Pabrik itu mengalami kerusakan parah ketika terjadi perang kemerdekaan. Nasibnya sama dengan pabrik gula lainnya di Mojokerto yang tutup dengan hanya menyisakan Pabrik Gula Gempolkrep sampai ketika ini.
Di bekas pabrik gula Koning Willem II itu kemudian dibangun pabrik kertas Eureka Aba. Setelah pabrik tersebut tutup sekarang digunakan untuk komplek pertokoan Royal Mojosari.