Pendiri Tunggal Ponpes Nurul Hidayah Pungging Mojokerto

Pada kesempatan yang lalu, saya sudah menjelaskan bagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren Nurul hidayah Pungging, Mojokerto. Dari artikel tersebut mungkin kita semia sudah mendapat intisari bahwa ponpes Nurul Hidayah berdiri melalui usaha dan usaha keras yang sudah dilakukan oleh Kiai Maghfur Siroj.
 saya sudah menjelaskan bagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren Nurul hidayah Punggi Pendiri Tunggal Ponpes Nurul Hidayah Pungging Mojokerto

Namun, Tahukah kalian, siapakah pendiri tunggal atau siapakah pendiri sebetulnya pondok pesantren Nurul Hidayah Bedagas Pungging Mojokerto? Pada artikel ini akan saya paparkan banyak sekali data yang sudah diambil dari banyak sekali sumber yang sanggup dipercaya.


Pendiri Pondok Pesantren Nurul Hidayah


Pondok Pesantren Nurul Hidayah didirikan pada tahun 1983 yang terletak di dusun Bedagas desa 
Tunggalpager kecamatan Pungging kabupaten Mojokerto,oleh seoarang ulama yang berjulukan Kiai Maghfur Siroj.

Pendiri Tunggal Ponpes Nurul Hidayah

Beliau yakni pelepor pendiri pondok pesantren sekaligus pengasuh pondok pesantren, yang mana mempunyai posisi penting dalam elemen pendirian dan perkembangan pesantren. Kiai Maghfur Siroj mendirikan pondok pesantren Nurul Hidayah bermula dari cita-citanya dan mendapat tunjangan dari istrinya Nyai Khoirotun beserta para saudaranya yaitu, Kiai Muhajir Siroj, Kiai Irfan Siroj dan Kiai Mahali Siroj.

Latar Belakang Berdirinya Ponpes Nurul Hidayah

Beliau melihat masyarakat dengan keadaan sekitar yang sedang kekurangan akan pendidikan agama. Mereka selain mendukung juga ikut berperan dalam mendirikan pondok pesantren. Pada waktu itu perhatian masyarakat terhadap anutan agama masih kurang, sehingga kurang akan prilaku yang berakhlakul karimah dan wawasan perihal agama Islam.

Beliau mendirikan pesantren juga diutus oleh gurunya yang berada di Purworejo untuk mengamalkan ilmunya yang sudah di sanggup ketika menjadi santri di pesantren Dzulqornain dan ia diberi restu untuk mendirikan pesantren di tempat kelahiranya yaitu di dusun Bedagas. Selain itu, juga ingin mewujudkan impian ayahnya yang ingin melihat semua anaknya menjadi seorang Kiai.

Pendidikan Kiai Maghfur Siroj


Kiai Maghfur Siroj mondok di pesantren Darul Ulum selama enam tahun dan di Dzulqornain selama kurang lebih sepuluh tahun. Disana beliau memperdalam pengetahuan perihal ilmu agama Islam, selain menjadi santri juga sudah dianggap ibarat anak sendiri, sebab beliau dinikahkan dengan salah satu cucu dari Kiai Ahmad Naim Tajuddin (mbah Mad Naim) pendiri pondok Dzulqornain, beliau menikah pada tahun 1977 di Purworejo.

Setelah menikah mereka dikaruniai dua anak prempuan dan dibangunkan rumah kecil di sekitar dalam pondok pesantren Dzulqornain, tetapi Kiai Maghfur Siroj tidak usang tinggal Purworejo, sebab pada tahun 1980 ibunya sakit dan menginginkan semoga beliau beserta keluarganya tinggal di tempat kelahiranya yaitu di dusun Bedagas. Dia selain membawa istri dan kedua anaknya, diikuti oleh empat santrinya yang mana ingin mengabdi kepadanya.

Santri tersebut dulunya mondok di Purworejo dan menjadi santri Kiai Maghfur Siroj, empat santri tersebut bernama:

1. Syamsiah dari Pulorejo
2. Sumariyah dari Pulorejo
3. Yaman dari Mojolebak
4. Solikhin dari Mojolebak

Di dusun Bedagas Kiai Maghfur Siroj membangun sebuah rumah yang berada di belakang rumah ibunya. Sebelum didirikan sebuah rumah, pekarangan tersebut berupa lahan kosong yang banyak tertanami pohon juwet, pohon mente serta ditumbuhi tanaman liar yang tidak beraturan (barongan).

Disana mereka memulai hidup yang gres dengan keluarga kecilnya dan empat santrinya. Di rumah kecilnya tersebut empat santrinya bermukim dan berguru memperdalam ilmu agama bersama Kiai Maghfur dan Nyai Khoirotun. Mereka diajari beberapa kitab dan memperdalam ilmu agama Islam.

Melihat itu, masyarakat antusias ingin menitipkan anak-anaknya semoga di ajarkan membaca al-Qur’an dan bisa mengenal lebih dalam perihal ilmu agama Islam. Pada waktu itu rumah Kiai Maghfur Siroj belum teraliri listrik, mereka mengajar ketika sore hingga menjelang malam hanya mengunakan lampu storking sekitar 17 lampu yang mengeliligi rumahnya.

Seluruh waktu kiai dan Nyai dihabiskan hanya untuk mengamalkan ilmu yang sudah di dapatkan ketika menjadi santri di pesantren. Pada ketika itu Nyai juga mengajarkan membaca al-Qur’an dan tajwidnya sedangkan Kiai Maghfur mengajarkan kitab yaitu Kitab fiqh Sulam Taufiq dan kitab Sulam
Safinah.

Kiai Magfur mempunyai cara dalam mendekati dan mengajak masyarakat semoga memperdalam ilmu agama Islam. Salah satunya yaitu mengajarkan ilmu kanuragan dan mengajak Istigotsah setiap malam kamis.6Pada tahun 1983 mulailah membangun pondok pesantren yang berupa kamar atau asrama santri, merupakan ciri khas pondok pesantren.Adanya asrama sanggup dikatakan sebagai elemen penguatan yang mana dengan adanya asrama (pondok), maka santri bertambah banyak untuk bermukim dan bisa menampung santri dari tempat mana saja.

Pada tahun 1984 putri kedua Kiai Maghfur Siroj yang berjulukan Nurul Hidayah sakit keras, pada ketika itu Nurul hidayah masih berumur tujuh tahun. Nurul Hidayah sangat disayang kedua orang tuannya, anaknya murah senyum dan patuh dengan kedua orang tuanya.Dalam menyembuhkan anak ke duanya, mereka membawa ke banyak sekali rumah sakit, tetapi sehabis tiga bulan menderita penyakit tersebut, Nurul hidayah wafat pada bulan maret 1984.

Nama "Nurul Hidayah" Pada Ponpes Nurul Hidayah Bedagas


Pada awalnya pondok ini belum diberi nama. Hanya sebatas pondok pesantren biasa dan berjalan layaknya pesantren yang lain. Sehingga Kiai Maghfur Siroj dan Nyai menawarkan nama pondok tersebut sesuai dengan nama anak keduanya yaitu “NURUL HIDAYAH” yang mana untuk mengenang anak keduanya tersebut dan semoga pondok yang didirikan kelak sesuai dengan arti nama tersebut yaitu pondok tersebut kelak akan membawa cahaya yang penuh dengan hidayah.

Pada tahun 1984 santri mukim bertambah banyak, yang awalnya hanya tidur di kamar Nyai dan ruang tamu dan tidak muat lagi menampung santri, sehingga di buatlah asrama putra dan kamar mandi.

Faktor Pendukung Pembangunan Ponpes Nurul Hidayah Pungging Mojokerto


Dalam pembangunan asrama, mendapat respon yang baik dari semua pihak, terutama masyarakat dusun Bedagas. Mereka kebanyakan menyumbangkan tenaga tetapi tetapi ada juga yang berupa material yaitu pasir, batu, semen dan ada juga yang mengairi listrik. Keluarga dari Nyai Khoirotun yang berada di desa Purworejo juga ikut antusias mendukung mantu dan anaknya dalam menciptakan pondok yang mana demi kebaikan masyarakat sekitar Bedagas yaitu dengan cara menyumbang material berupa watu besar.

Kiai Muhajir Siroj dan kiai Irfan Siroj berperan dalam kemasyarakatan, yang mana mereka mengatur kekerabatan pondok pesantren dengan masyarakat, sehingga masyarakat sanggup bekerjasama baik dengan pondok pesantren, begitu juga sebaliknya.

Selain dibangunkan Asrama, Kiai Maghfur merasa kurang akan tenaga kerja dalam hal mengajar, jadinya pada tahun 1987 adeknya yang terakhirpun pulang, dan ikut berperan dalam hal mengajar. Adeknya yang terakhir berjulukan Kiai Mahali Siroj dan berperan di dunia pendidikan, menawarkan perkembangan, sebab Kiai Maghfur Siroj mencetuskan adanya pendidikan diniyah di dalam pesantren Nurul Hidayah.

Demikian sebuah pemaparan saya mengenai siapakah pendiri tunggal pondok pesantren Nurul hidayah Bedagas -Tunggal pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto. Semoga teman-teman selalu mendapat hidayah dan rahmatNya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel